Langsung ke konten utama

1MA02_Annisa Sabrina_T2

 

TUGAS INDIVIDU

SEBUAH RESUME

MATA KULIAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
(PP-000207)

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

Nama : Annisa Sabrina

NPM : 10822144

Link :

Kelas : 1MA02

https://nisbrin.blogspot.com/2023/03/1ma02annisa-sabrinat2.html

KURNIAWAN B.PRIANTO, S.KOM.SH.MM

 

 

 

Universitas Gunadarma

‘Fakultas Psikologi’

2023

 

PERTEMUAN 6 & 7

BAB 5

A.    HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGA NEGARA DALAM DEMOKRASI YANG BERSUMBU PADA KEDAULATAN RAKYAT DAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT

Sebagai warga negara, bentuk keterikatan kita terhadap negara adalah adanya hak dan kewajiban secara timbal balik (resiprokalitas). Warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negara. Hak dan kewajiban warga negara merupakan isi konstitusi negara perihal hubungan antara warga negara dengan Negara.

Pada zaman dahulu, orang lebih mengenal konsep kewajiban daripada konsep hak. Konsep kewajiban ada dalam hubungan rakyat dan penguasa. Rakyat wajib patuh kepada titah raja tanpa reserve sebagai bentuk penghambaan total. Horizon kehidupan politik daerah jajahan mendorong aspek kewajiban sebagai postulat ide dalam praksis kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya.

Perjuangan melawan imperialisme adalah bukti nyata bahwa sejarah kebudayaan kita tidak hanya berkutat pada ranah kewajiban saja. Para pejuang kemerdekaan melawan kaum penjajah tak lain karena hak-hak pribumi dirampas dan dijarah. Akhirnya perang ini membuat kita lebih paham tentang hak daripada kewajiban. Akibatnya tumbuhlah mentalitas yang gemar menuntut hak dan jika perlu dilakukan dengan berbagai cara termasuk dengan kekerasan, akan tetapi ketika dituntut untuk menunaikan kewajiban malah tidak mau. Dalam sosiologi konsep ini dikenal dengan istilah “strong sense of entitlement”.

Kebebasan secara ontologis bukanlah perbuatan bebas atas dasar kemauan sendiri, namun pebuatan bebas yang diarahkan menuju sikap positif, tidak mengganggu dan merugikan orang lain.

B.     ALASAN MENGAPA DIPERLUKAN HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGA NEGARA INDONESIA

Pergerakan budaya rupanya mengikuti dinamika kehidupan sosial politik di mana tatkala hegemoni kaum kolonial mulai dipertanyakan keabsahannya maka terjadilah perlawanan kaum tertindas dimana-mana menuntut hak-haknya yang dirampas. Sejak itulah konsep hak mulai lebih mengemuka dan menggantikan konsep kewajiban yang mulai meredup. Dewasa ini kita menyaksikan fenomena yang anomali di mana orang-orang menuntut hak dengan sangat gigih dan jika perlu dilakukan dengan kekerasan, namun pada saat tiba giliran untuk menunaikan kewajiban mereka itu tampaknya kehilangan gairah. Pada dasarnya, kewajiban harus didahulukan sebelum mendapat hak. Artinya kita harus melakukan suatu hal untuk bisa mendapatkan apa yang menjadi hak kita. Contohnya bekerja (sebagai bentuk kewajiban) untuk mendapat uang (sebagai bentuk hak).

 

 

C.     SUMBER HISTORIS, SOSIOLOGIS, POLITIK TENTANG HARMONI KEWAJIBANDAN HAK NEGARA DAN WARGA NEGARA INDONESIA

1.Sumber Historis

Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang pertama kali merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.

Perkembangan selanjutnya ditandai dengan 3 peristiwa penting di dunia barat:

a)     Magna Charta (1215)

Piagam ini berisi jaminan beberapa hak dari raja untuk bangsawan beserta keturununannya. Seperti hak untuk tidak dipenjarakan sebelum di adili di pengadilan

 

b)     Revolusi Amerika (1276)

Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris

disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi

Kemerdekaan) Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli1776

merupakan hasil dari revolusi ini.

 

c)     Revolusi Prancis (1789)

Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya

sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut.

Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak

Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini

memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan

persaudaraan (fraternite).

Konsep hak asasi lambat laun berkembang menjadi empat kebebasan (The Four Freedoms)

1.      kebebasan untuk beragama (freedom of religion),

2.      kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech),

3.      kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan

4.      kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).

Hak asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik negara Barat. Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia. PBB pada tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).

Perkembangan pemikiran dan pengaturan HAM di Indonesia dibagi dalam dua periode (Manan, 2001), yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908–1945) dan periode setelah kemerdekaan (1945–sekarang).



Dianjurkan agar orang yang memiliki hak juga berusaha aktif agar orang lain juga dapat menikmati hak itu. Dikatakan pula bahwa “kita harus melangkah dari ‘kebebasan untuk tidak peduli’ menuju ‘kebebasan untuk melibatkan diri’.

Untuk mencari keseimbangan antara hak dan kewajiban, ada suatu kaidah emas (Golden Rule) yang perlu diperhatikan yakni. “Berbuatlah terhadap orang lain, seperti Anda ingin mereka berbuat terhadap Anda”. Dalam bagian Preambule naskah dikatakan bahwa terlalu mengutamakan hak secara ekslusif dapat meninmbulkan konflik, perpecahan, dan pertengkaran tanpa akhir, di lain pihak mengabaikan tanggung jawab manusia dapat menjurus ke chaos (Budiardjo, 2008).

2. Sumber Sosiologis

Pertama, suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur kekuasaan “otokrasi” yang dimainkan Rezim Orde Baru ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh melainkan oligarki di mana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).

Kedua, sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita saat ini adalah akibat munculnya kebencian sosial budaya terselubung (socio-cultural animosity). Gejala ini muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Ketika rezim Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik di Indonesia ternyata bukan hanya terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru dengan pendukung Reformasi, tetapi justru meluas menjadi konflik antarsuku, antarumat beragama, kelas sosial, kampung, dan sebagainya. Sifatnya pun bukan vertikal antara kelas atas dengan kelas bawah tetapi justru lebih sering horizontal, antarsesama rakyat kecil, sehingga konflik yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif (bukan fungsional tetapi disfungsional), sehingga kita menjadi sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya sendiri (self destroyingnation).

Ciri lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah bukan hanya yang bersifat terbuka (manifest conflict) tetapi yang lebih berbahaya lagi adalah konflik yang tersembunyi (latent conflict) antara berbagai golongan. Socio-cultural animosity adalah suatu kebencian sosial budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya dan perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur keinginan balas dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten karena terdapat mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung di hamper seluruh pranata sosial di masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa, organisasi massa, organisasi politik, dan sebagainya)

3. Sumber Politik

Sumber politik yang mendasari dinamika kewajiban dan hak negara dan warganegara Indonesia adalah proses dan hasil perubahan UUD NRI 1945 yang terjadi pada era reformasi. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Masih ingatkan Anda butir-butir yang menjadi tuntutan reformasi itu? Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:

 

 

Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di masyarakat. Tuntutan tersebut disampaikan oleh berbagai komponen bangsa, terutama oleh mahasiswa dan pemuda. Berikut beberapa Butir-butir yang menjadi tuntutan reformasi itu adalah:

a.      a. mengamandemen UUD NRI 1945,

b.      b. penghapusan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),

c.      c. menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),

d.      d. melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah (otonomi daerah), e. mewujudkan kebebasan pers,

e.      f. mewujudkan kehidupan demokrasi.

Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat pasal-pasal yang menimbulkan penafsiran beragam, atau lebih dari satu tafsir (multitafsir) dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup, berpotensi tumbuhnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Penyelenggaraan negara yang demikian itulah yang menyebabkan timbulnya kemerosotan kehidupan nasional. Salah satu bukti tentang hal itu adalah terjadinya krisis dalam berbagai bidang kehidupan (krisis multidimensional).

D.    MEMBANGUN ARGUMEN TENTANG DINAMIKA DAN TANTANGAN HARMONI KEWAJIBAN DAN HAK NEGARA DAN WARGA NEGARA

 

1.      Aturan Dasar Ihwal Pendidikan dan Kebudayaan, Serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ketentuan mengenai hak warga negara di bidang pendidikan semula diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945. Setelah perubahan UUD NRI 1945, ketentuannya tetap diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945, namun dengan perubahan. Perhatikanlah rumusan naskah asli dan rumusan perubahannya berikut ini. Rumusan naskah asli:

Pasal 31, (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.

Rumusan perubahan Pasal 31, (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan Pendidikan

Pasal 31 Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945: “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.

Adanya rumusan tersebut dimaksudkan agar pemerintah berupaya memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan memperkukuh persatuan bangsa. Pencapaian bangsa di bidang iptek adalah akibat dihayatinya nilai-nilai ilmiah. Namun, nilai-nilai ilmiah yang dihasilkan tetap harus menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan memperkukuh persatuan bangsa.

Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah budaya harus bersiap menyambut perkembangan dan kemajuan iptek. Oleh karena budaya bangsa kita.

Kesenjangan budaya sudah diprediksi oleh William F. Ogburn (seorang ahli sosiologi ternama), bahwa perubahan kebudayaan material lebih cepat dibandingkan dengan perubahan kebudayaan non material (sikap, perilaku, dan kebiasaan). Akibatnya akan terjadi kesenjangan budaya seperti diungkapkan sebelumnya. Oleh karena itu, budaya bangsa dan setiap orang Indonesia harus disiapkan untuk menyongsong era atau zaman kemajuan dan kecanggihan iptek tersebut.

Perubahan dunia itu pada kenyataannya berlangsung sangat cepat serta dapat mengancam identitas bangsa dan negara Indonesia. Kita menyadari pula bahwa budaya kita bukan budaya yang tertutup, sehingga masih terbuka untuk dapat ditinjau kembali dan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemajuan.

Dalam rumusan tersebut terkandung maksud untuk lebih mendekatkan gagasan negara tentang kesejahteraan dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 ke dalam realita kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, perihal tujuan negara disebutkan : “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,...”. Maka dalam Pasal 34 UUD NRI 1945 upaya memajukan kesejahteraan umum lebih dijabarkan lagi, ke dalam fungsifungsi negara untuk: a. mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat; b. memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu; c. menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak; d. menyediakan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Pancasila yang memiliki susunan hierarkis piramidal itu harus dimaknai bahwa sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi dasar dari:

a. sila kemanusiaan yang adil dan beradab,

b. persatuan Indonesia,

c. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,

d. keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pendidikan dan Kebudayaan

Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua istilah yang satu sama lain saling berkorelasi sangat erat. Pendidikan adalah salah satu bentuk upaya pembudayaan. Melalui proses, pendidikan kebudayaan bukan saja ditransformasikan dari generasi tua ke generasi muda, melainkan dikembangkan sehingga mencapai derajat tertinggi berupa peradaban. Dalam konteks ini apa sebenarnya tujuan pendidika nasional kita? Penjelasan tentang tujuan pendidikan nasional dapat kita temukan dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD NRI 1945. Cari dan bacalah pasal tersebut .

 

Fungsi-fungsi negara (function of the state) dalam lingkup pembangunan negara (statebuilding) cakupannya meliputi hal-hal berikut ini.

1)     Fungsi minimal: melengkapi sarana dan prasarana umum yang memadai, seperti pertahanan dan keamanan, hukum, kesehatan, dan keadilan.

2)     Fungsi madya: menangani masalah-masalah eksternalitas, seperti pendidikan, lingkungan, dan monopoli.

3)     Fungsi aktivis: menetapkan kebijakan industrial dan redistribusi kekayaan.

Pendidikan nasional merupakan perwujudan amanat UUD NRI tahun 1945 dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam UUSPN lebih lanjut dirinci bahwa penyelenggaraan sistem pendidikan nasional itu harus melahirkan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berkaitan dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berkeinginan bahwa pada tahun 2025 pendidikan nasional menghasilkan INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF (Insan Kamil/Insan Paripurna).

Kecerdasan yang kita maksud adalah kecerdasan yang komprehensif. Artinya, bukan hanya cerdas intelektualnya, melainkan juga memiliki kecerdasan spiritual, emosional, sosial, bahkan kinestetis. Bersamaan dengan dimilikinya kecerdasan secara komprehensif, insan Indonesia juga harus kompetitif.

3.      Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Rakyat

Sesuai semangat Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 asas perekonomian nasional adalah kekeluargaan. Apa makna asas kekeluargaan? Kekeluargaan merupakan asas yang dianut oleh masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan yang salah satunya kegiatan perekonomian nasional. Asas kekeluargaan dapat diartikan sebagai kerja sama yang dilakukan lebih dari seorang dalam menyelesaikan pekerjaan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan umum. Hasil pekerjaan bersama memberikan manfaat yang dapat dinikmati secara adil oleh banyak orang. Tujuannya adalah agar pekerjaan dapat cepat selesai dan memberi hasil lebih baik.

4.      Pertahanan dan Keamanan

Berdasarkan aturan dasar ihwal pertahanan dan keamanan Negara Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Dengan demikian tampak bahwa komponen utama dalam Sishankamrata adalah TNI dan Polri. Mengenai adanya ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (5) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa kedudukan dan susunan TNI dan Polri lebih lanjut diatur dengan undang-undang, merupakan dasar hukum bagi DPR dan presiden untuk membentuk undang-undang. Pengaturan dengan undang-undang mengenai pertahanan dan keamanan negara merupakan konsekuensi logis dari prinsip yang menempatkan urusan pertahanan dan keamanan sebagai kepentingan rakyat.

Rangkuman tentang Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara

1. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang berkepentingan.

2. Hak dan kewajiban warga negara merupakan wujud dari hubungan warga negara dengan negara. Hak dan kewajiban bersifat timbal balik, bahwa warga negara memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban terhadap warga negara.

3. Hak dan kewajiban warga negara dan negara Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945 mulai pasal 27 sampai 34, termasuk di dalamnya ada hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia. Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar yang penjabarannya dituangkan dalam suatu undangundang

4. Sekalipun aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam UUD NRI 1945, namun secara filosofis tetap mengindikasikan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak asasi tidak dapat berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini Indonesia menganut paham harmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya harmoni antara hak dan kewajiban.

5. Hak dan kewajiban warga negara dan negara mengalami dinamika terbukti dari adanya perubahan-perubahan dalam rumusan pasal-pasal UUD NRI 1945 melalui proses amandemen dan juga perubahan undang-undang yang menyertainya

6. Jaminan akan hak dan kewajiban warga negara dan negara dengan segala dinamikanya diupayakan berdampak pada terpenuhinya keseimbangan yang harmonis antara hak dan kewajiban negara dan warga negara.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERTEMUAN  8 & 9

BAB 6

BAGAIMANA HAKIKAT, INSTRUMENTASI, DAN PRAKSIS DEMOKRASI INDONESIA BERLANDASKAN PANCASILA DAN UUD NRI 1945

A.     Menelusuri Konsep dan Urgensi Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila

Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yakni “demos” dan “kratein”. Anda melalui pengetahuan awal di sekolah tentu sudah mengenal kata demokrasi ini. kata demokrasi merujuk kepada konsep kehidupan negara atau masyarakat di mana warga negara dewasa turut berpartisipasi dalam pemerintahan melalui wakilnya yang dipilih. pemerintahannya mendorong dan menjamin kemerdekaan berbicara, beragama, berpendapat, berserikat, menegakkan ”rule of law”, adanya pemerintahan mayoritas yang menghormati hak-hak kelompok minoritas; dan masyarakat yang warga negaranya saling memberi perlakuan yang sama. Pengertian tersebut pada dasarnya merujuk kepada ucapan Abraham Lincoln mantan Presiden Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa “demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” atau “the government from the people, by the people, and for the people”.

               Karena “people” yang menjadi pusatnya, demokrasi oleh Pabottinggi (2002)disikapi sebagai pemerintahan yang memiliki paradigma “otocentricity” atau otosentrisitas yakni rakyatlah (people) yang harus menjadi kriteria dasar demokrasi. Sebagai suatu konsep demokrasi diterima sebagai “…seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan, yang juga mencakup seperangkat praktik dan prosedur yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku. Pendeknya, demokrasi adalah pelembagaan dari kebebasan.

Sementara itu CICED (1999) mengadopsi konsep demokrasi sebagai berikut:

Apa yang dikemukakan oleh CICED (1999) tersebut melihat demokrasi

sebagai konsep yang bersifat multidimensional, yakni secara filosofis

demokrasi sebagai ide, norma, dan prinsip; secara sosiologis sebagai sistem

sosial; dan secara psikologis sebagai wawasan, sikap, dan perilaku individu

dalam hidup bermasyarakat.

Sebagai suatu sistem sosial kenegaraan, USIS (1995) mengintisarikan

demokrasi sebagai sistem memiliki sebelas pilar atau soko guru, yakni

“Kedaulatan Rakyat, Pemerintahan Berdasarkan Persetujuan dari yang

Diperintah, Kekuasaan Mayoritas, Hak-hak Minoritas, Jaminan Hak-hak

Azasi Manusia, Pemilihan yang Bebas dan Jujur, Persamaan di depan

Hukum, Proses Hukum yang Wajar, Pembatasan Pemerintahan secara

Konstitusional, Pluralisme Sosial, Ekonomi dan Politik, dan Nilai-nilai

Toleransi, Pragmatisme, Kerja Sama dan Mufakat.”

 

 

 

Bila dibandingkan, sesungguhnya secara esensial terdapat kesesuaian

antara sebelas pilar demokrasi universal ala USIS (1995) dengan 9 dari 10 pilar demokrasi Indonesia ala Sanusi (2006). Hal yang tidak terdapat dalam pilar demokrasi universal adalah salah satu pilar demokrasi Indonesia, yakni:

 

“Demokrasi Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan inilah yang

merupakan ciri khas demokrasi Indonesia, yang dalam pandangan Maududi

dan kaum muslim (Esposito dan Voll,1996) disebut “teodemokrasi”, yakni

demokrasi dalam konteks kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata

lain demokrasi universal adalah demokrasi yang bernuansa sekuler,

sedangkan demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang ber-Ketuhanan

Yang Maha Esa.

 

2.     Tiga Tradisi Pemikiran Politik Demokrasi

 

Secara konseptual, seperti dikemukakan oleh Carlos Alberto Torres (1998)

demokrasi dapat dilihat dari tiga tradisi pemikiran politik, yakni “classical

Aristotelian theory, medieval theory, contemporary doctrine”. Dalam tradisi

pemikiran Aristotelian demokrasi merupakan salah satu bentuk

pemerintahan, yakni “…the government of all citizens who enjoy the benefits

of citizenship”, atau pemerintahan oleh seluruh warganegara yang

memenuhi syarat kewarganegaraan.

 

Sementara itu dalam tradisi “medieval

theory” yang pada dasarnya menerapkan “Roman law” dan konsep

popular souvereignity” menempatkan “…a foundation for the exercise of

power, leaving the supreme power in the hands of the people”, atau suatu

landasan pelaksanaan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Sedangkan

dalam “contemporary doctrine of democracy”, konsep “republican

dipandang sebagai “…the most genuinely popular form of government”,

atau konsep republik sebagai bentuk pemerintahan rakyat yang murni.

 

Lebih lanjut, Torres (1998) memandang demokrasi dapat ditinjau dari dua

aspek, yakni di satu pihak adalah “formal democracy” dan di lain pihak

substantive democracy”. “Formal democracy” menunjuk pada demokrasi

dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dari dalam berbagai

pelaksanaan demokrasi di berbagai negara. Dalam suatu negara

demokrasi, misalnya demokrasi dapat dijalankan dengan menerapkan

sistem presidensial atau sistem parlementer.

 

 

 

 

 

 

 

3.     Pemikiran tentang Demokrasi Indonesia

Sebagai negara demokrasi, demokrasi Indonesia memiliki kekhasan. Apa

kekhasan demokrasi Indonesia itu? Menurut Budiardjo dalam buku Dasar-

Dasar Ilmu Politik (2008), demokrasi yang dianut di Indonesia adalah

demokrasi yang berdasarkan Pancasila yang masih terus berkembang dan

sifat dan ciri-cirinya terdapat pelbagai tafsiran dan pandangan. Meskipun

demikian tidak dapat disangkal bahwa nilai-nilai pokok dari demokrasi

konstitusional telah cukup tersirat dalam UUD NRI 1945.

 

Apa itu demokrasi Pancasila dan apa itu demokrasi konstitusional? Untuk

mendalami hal ini, cobalah Anda cari berbagai pendapat tentang Demokrasi

Pancasila dan Demokrasi Konstitusional. Menurut Moh. Hatta, kita sudah mengenal tradisi

demokrasi jauh sebelum Indonesia merdeka, yakni demokrasi desa.

Demokrasi desa atau desa-demokrasi merupakan demokrasi asli Indonesia,

yang bercirikan tiga hal yakni 1) cita-cita rapat, 2) cita-cita massa protes,

dan 3) cita-cita tolong menolong. Ketiga unsur demokrasi desa tersebut

merupakan dasar pengembangan ke arah demokrasi Indonesia yang

modern. Demokrasi Indonesia yang modern adalah “daulat rakyat” tidak

hanya berdaulat dalam bidang politik, tetapi juga dalam bidang ekonomi

dan sosial.

 

4.     Pentingnya Demokrasi sebagai Sistem Politik Kenegaraan Modern

Mengapa demokrasi yang dipilih sebagai jalan bagi bentuk pemerintahan

guna mencapai tujuan bernegara yakni kesejahteraan? Demokrasi sebagai

bentuk pemerintahan, pada awalnya dimulai dari sejarah Yunani Kuno.

Namun demikian demokrasi saat itu hanya memberikan hak berpartisipasi

politik pada minoritas kaum laki-laki dewasa.

 

Demokrasi di mata para pemikir Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles

bukanlah bentuk pemerintahan yang ideal. Mereka menilai demokrasi

sebagai pemerintahan oleh orang miskin atau pemerintahan oleh orang

dungu. Demokrasi Yunani Kuno itu selanjutnya tenggelam oleh kemunculan pemerintahan model Kekaisaran Romawi dan tumbuhnya negara-negara

kerajaan di Eropa sampai abad ke-17. Namun demikian pada akhir abad ke-17 lahirlah demokrasi “modern” yang disemai oleh para pemikir Barat seperti Thomas Hobbes, Montesquieu, dan J.J. Rousseau, bersamaan dengan munculnya konsep negara-bangsa di

Eropa.

 

Perkembangan demokrasi semakin pesat dan diterima semua bangsa

terlebih sesudah Perang Dunia II. Suatu penelitian dari UNESCO tahun 1949

menyatakan “mungkin bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah,

demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk

semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh

pendkung-pendukung yang berpengaruh”.

 

Dengan demikian, sampai saat ini, demokrasi diyakini dan diterima sebagai sistem politik yang baik guna mencapai kesejahteraan bangsa. Hampir semua negara modern menginginkan dirinya dicap demokrasi. Sebaliknya akan menghindar dari julukan sebagai negara yang “undemocracy

B.     Menanya Alasan Mengapa Diperlukan Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila

Terjadinya krisis partisipasi politik rakyat disebabkan karena tidak adanya

peluang untuk berpartisipasi atau karena terbatasnya kemampuan untuk

berpartisipasi dalam politik. Secara lebih spesifik penyebab rendahnya

partisipasi politik tersebut adalah:

(a) Pendidikan yang rendah

menyebabkan rakyat kurang aktif dalam melaksanakan partisipasi politik;

(b)Tingkat ekonomi rakyat yang rendah; dan

(c) Partisipasi politik rakyat kurang mendapat tempat oleh Pemerintah.

 

Munculnya penguasa di dalam demokrasi ditandai oleh menjamurnya “dinasti politik” yang menguasai segala segi kehidupan masyarakat: pemerintahan, lembaga perwakilan,

bisnis, peradilan, dan sebagainya oleh satu keluarga atau kroni. Adapun

perihal demokrasi membuang kedaulatan rakyat terjadi akibat adanya

kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur

kekuasaan “otokrasi” ternyata bukan demokrasi yang kita peroleh

melainkan oligarki di mana kekuasaan terpusat pada sekelompok kecil elit,

sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber

kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).

 

 

C.     Menggali Sumber Historis, Sosiologis, dan Politik tentang Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila

Setidak-tidaknya ada tiga sumber yang menghidupkan cita-cita demokrasi

dalam kalbu bangsa Indonesia.

 

1.      Pertama, tradisi kolektivisme dari

permusyawaratan desa.

2.      Kedua, ajaran Islam yang menuntut kebenaran dan

keadilan Ilahi dalam masyarakat serta persaudaraan antarmanusia sebagai

makhluk Tuhan.

3.      Ketiga, paham sosialis Barat, yang menarik perhatian para

pemimpin pergerakan kebangsaan karena dasar-dasar perikemanusiaan yang dibelanya dan menjadi tujuannya.

 

 

1.      Sumber Nilai yang Berasal dari Demokrasi Desa

2.      Sumber Nilai yang Berasal dari Islam

3.      Sumber Nilai yang Berasal dari Barat

Dalam kurun sejarah Indonesia merdeka sampai sekarang ini, ternyata

pelaksanaan demokrasi mengalami dinamikanya. Indonesia mengalami

praktik demokrasi yang berbeda-beda dari masa ke masa. Beberapa ahli

memberikan pandangannya. Misalnya, Budiardjo (2008) menyatakan

bahwa dari sudut perkembangan sejarah demokrasi Indonesia sampai

masa Orde Baru dapat dibagi dalam empat masa, yaitu:

 

a. Masa Republik Indonesia I (1945-1959) yang dinamakan masa

demokrasi konstitusional yang menonjolkan peranan parlemen dan

partai-partai, karena itu dinamakan Demokrasi Parlementer,

b. Masa Republik Indonesia II (1959-1965) yaitu masa Demokrasi

Terpimpin yang banyak penyimpangan dari demokrasi konstitusional

yang secara formal merupakan landasan dan penunjukan beberapa

aspek demokrasi rakyat.

c. Masa Republik Indonesia III (1965-1998) yaitu masa demokrasi

Pancasila. Demokrasi ini merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensiil.

d. Masa Republik Indonesia IV (1998-sekarang) yaitu masa reformasi yang

menginginkan tegaknya demokrasi di Indonesia sebagai koreksi

terhadap praktik-praktik politik yang terjadi pada masa Republik

Indonesia III.

 

D.    Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan  Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila

1.     Majelis Permusyawaratan Rakyat

2.     Dewan Perwakilan Rakyat

3.     Dewan Perwakilan Daerah

 

E.     Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Demokrasi Pancasila

Kehidupan Demokratis yang Bagaimana yang Kita Kembangkan?

Demokrasi itu selain memiliki sifat yang universal, yakni diakui oleh seluruh

bangsa yang beradab di seluruh dunia, juga memiliki sifat yang khas dari

masing-masing negara. Sifat khas demokrasi di setiap negara biasanya

tergantung ideologi masing-masing. Demokrasi kita pun selain memiliki

sifat yang universal, juga memiliki sifat khas sesuai dengan budaya bangsa

Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

 

 

 

 

 

2. Mengapa Kehidupan yang Demokratis Itu Penting?

Pada hakikatnya sebuah negara dapat disebut sebagai negara yang

demokratis, apabila di dalam pemerintahan tersebut rakyat memiliki

kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, memilikipersamaan di muka hukum, dan memperoleh pendapatan yang layak

karena terjadi distribusi pendapatan yang adil. Mari kita uraikan makna

masing-masing.

 

a.      Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan

Dalam negara yang menganut sistem pemerintahan, demokrasi kekuasaan

tertinggi berada di tangan rakyat dan pemerintahan dijalankan berdasarkan

kehendak rakyat. Aspirasi dan kemauan rakyat harus dipenuhi dan

pemerintahan dijalankan berdasarkan konstitusi yang merupakan arah dan

pedoman dalam melaksanakan hidup bernegara. Para pembuat kebijakan

memperhatikan seluruh aspirasi rakyat yang berkembang. Kebijakan yang

dikeluarkan harus dapat mewakili berbagai keinginan masyarakat yang

beragam. Sebagai contoh ketika masyarakat kota tertentu resah dengan

semakin tercemarnya udara oleh asap rokok yang berasal dari para

perokok, maka pemerintah kota mengeluarkan peraturan daerah tentang

larangan merokok di tempat umum.

 

b.     Persamaan Kedudukan di Depan Hukum

Seiring dengan adanya tuntutan agar pemerintah harus berjalan baik dan

dapat mengayomi rakyat dibutuhkan adanya hukum. Hukum itu mengatur

bagaimana seharusnya penguasa bertindak, bagaimana hak dan kewajiban

dari penguasa dan juga rakyatnya. Semua rakyat memiliki kedudukan yang

sama di depan hukum. Artinya, hukum harus dijalankan secara adil dan

benar. Hukum tidak boleh pandang bulu. Siapa saja yang bersalah dihukum

sesuai ketentuan yang berlaku. Untuk menciptakan hal itu harus ditunjang

dengan adanya aparat penegak hukum yang tegas dan bijaksana, bebas

dari pengaruh pemerintahan yang berkuasa, dan berani menghukum siapa

saja yang bersalah.

 

c.      Distribusi Pendapatan Secara Adil

Dalam negara demokrasi, semua bidang dijalankan dengan berdasarkan

prinsip keadilan bersama dan tidak berat sebelah, termasuk di dalam

bidang ekonomi. Semua warga negara berhak memperoleh pendapatan

yang layak. Pemerintah wajib memberikan bantuan kepada fakir dan miskin

yang berpendapatan rendah. Akhir-akhir ini Pemerintah menjalankan

program pemberian bantuan tunai langsung, hal tersebut dilakukan dalam

upaya membantu langsung para fakir miskin. Pada kesempatan lain,

Pemerintah terus giat membuka lapangan kerja agar masyarakat bisa

memperoleh penghasilan. Dengan program-program tersebut diharapkan

terjadi distribusi pendapatan yang adil di antara warga negara Indonesia.

 

3.      Bagaimana Penerapan Demokrasi dalam Pemilihan Pemimpin Politik

dan Pejabat Negara?

 

Seorang wanita tua menghadap Sultan Sulaiman al-Qanuni untuk mengadu

bahwa tentara sultan mencuri ternak dombanya ketika dia sedang tidur.

Setelah mendengar pengaduan itu, Sultan Sulaiman berkata kepada Wanita

itu, “Seharusnya kamu menjaga ternakmu dan jangan tidur”. Mendengar

perkataan tersebut wanita tua itu mejawab, “Saya mengira baginda

menjaga dan melindungi kami sehingga aku tidur dengan aman” (Hikmah Dalam Humor, Kisah, dan Pepatah, 1998).

 

F.       Rangkuman Demokrasi yang Bersumber dari Pancasila

 

1.      Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani yaitu demos

yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan

atau kekuasaan. Jadi, demos-cratein atau demos-cratos berarti

pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat

2. Secara terminologi, banyak pandangan tentang demokrasi. Tidak ada

pandangan tunggal tentang apa itu demokrasi. Demokrasi dapat

dipandang sebagai salah satu bentuk pemerintahan, sebagai sistem

politik, dan sebagai pola kehidupan bernegara dengan prinsip-prinsip

yang menyertainya

3. Berdasar ideologinya, demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang

berdasar Pancasila. Demokrasi Pancasila dalam arti luas adalah

kedaulatan atau kekuasaan tertinggi ada pada rakyat yang dalam

penyelenggaraannya dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila. Demokrasi

Pancasila dalam arti sempit adalah kedaulatan rakyat yang

dilaksanakan menurut hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan

perwakilan.

4. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi konstitusional, selain karena

dirumuskan nilai dan normanya dalam UUD 1945, konstitusi Indonesia

juga bersifat membatasi kekuasaan pemerintahan dan menjamin hakhak

dasar warga negara

5. Praktik demokrasi Pancasila berjalan sesuai dengan dinamika

perkembangan kehidupan kenegaraan Indonesia. Prinsip-prinsip

demokrasi Pancasila secara ideal telah terrumuskan, sedang dalam

tataran empirik mengalami pasang surut.

6. Sebagai pilihan akan pola kehidupan bernegara, sistem demokrasi

dianggap penting dan bisa diterima banyak negara sebagai jalan

mencapai tujuan hidup bernegara yakni kesejahteraaan dan keadilan.

 

 

PERTEMUAN KE 10

BAB 7

DINAMIKA HISTORIS KONSTITUSIONAL, SOSIAL-POLITIK, KULTURAL, SERTA KONTEKS KONTEMPORER PENEGAKAN HUKUM YANG BERKEADILAN

A.    Menelusuri Konsep dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Thomas Hobbes (1588–1679 M) dalam bukunya Leviathan pernah

mengatakan “Homo homini lupus”, artinya manusia adalah serigala bagi

manusia lainnya. Manusia memiliki keinginan dan nafsu yang berbeda-beda antara manusia yang satu dan yang lainnya. Nafsu yang dimiliki manusia. ada yang baik, ada nafsu yang tidak baik. Inilah salah satu argument mengapa aturan hukum diperlukan. Kondisi yang kedua tampaknya bukan hal yang tidak mungkin bila semua masyarakat tidak memerlukan aturan

hukum. Namun, Cicero (106 – 43 SM) pernah menyatakan “Ubi societas ibi ius”, artinya di mana ada masyarakat, di sana ada hukum. Dengan kata lain, sampai saat ini hukum masih diperlukan bahkan kedudukannya semakin penting.

 

Dari bunyi alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945 ini dapat diidentifikasi

bahwa tujuan Negara Republik Indonesia pun memiliki indikator yang sama

sebagaimana yang dinyatakan Kranenburg, yakni:

1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah

Indonesia

2) memajukan kesejahteraan umum

3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan

4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial.

 

Bagaimana badan-badan peradilan lainnya dalam menegakkan hukum dan

keadilan?

Dalam teori tujuan negara, pada umumnya, ada empat fungsi negara yang

dianut oleh negara-negara di dunia:

(1) melaksanakan penertiban dan

keamanan;

(2) mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya;

(3) pertahanan; dan

(4) menegakkan keadilan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Pelaksanaan fungsi keempat, yakni menegakkan keadilan, fungsi negara

dalam bidang peradilan dimaksudkan untuk mewujudkan adanya kepastian

hukum. Fungsi ini dilaksanakan dengan berlandaskan pada hukum dan

melalui badan-badan peradilan yang didirikan sebagai tempat mencari

keadilan. Bagi Indonesia dalam rangka menegakkan keadilan telah ada

sejumlah peraturan perundangan yang mengatur tentang lembaga

pengadilan dan badan peradilan. Peraturan perundangan dalam bidang

hukum pidana, kita memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

 

B.     Menanya Alasan Mengapa Diperlukan Penegakan Hukum yang Berkeadilan

Sebagaimana telah diuraikan pada Bab IV, terdapat enam agenda

reformasi, satu di antaranya adalah penegakan hukum.

Dari sebanyak tuntutan masyarakat, beberapa sudah mulai terlihat

perubahan ke arah yang positif, namun beberapa hal masih tersisa.

Mengenai penegakan hukum ini, hampir setiap hari, media massa baik

elektronik maupun cetak menayangkan masalah pelanggaran hukum baik

terkait dengan masalah penegakan hukum yang belum memenuhi rasa keadilan masyarakat maupun masalah pelanggaran HAM dan KKN.

 

Beberapa di antaranya yang terkait dengan masalah penegakan hukum adalah:

 Perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara banyak yang

belum baik dan terpuji (seperti masih ada praktik KKN, praktik suap,

perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak terpuji);

 Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial (seperti SARA, tawuran,

pelanggaran HAM, etnosentris, dan lan-lain);

 Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum

diselesaikan dan ditangani secara tuntas;

 Penegakan hukum yang lemah karena hukum bagaikan pisau yang

tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, dan

 Pelanggaran oleh Wajib Pajak atas penegakan hukum dalam bidang

perpajakan.

 

 

C.    Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Penegakan Hukum yang Berkeadilan di Indonesia

Agar negara dapat melaksanakan tugas dalam bidang ketertiban dan

perlindungan warga negara, maka disusunlah peraturan-peraturan yang

disebut peraturan hukum. Peraturan hukum mengatur hubungan antara

manusia yang satu dengan manusia lainnya, di samping mengatur

hubungan manusia atau warga negara dengan negara, serta mengatur

organ-organ negara dalam menjalankan pemerintahan negara. Ada dua

pembagian besar hukum. Pertama, hukum privat ialah hukum yang

mengatur hubungan antarmanusia (individu) yang menyangkut

"kepentingan pribadi" (misalnya masalah jual beli, sewa-menyewa,

pembagian waris). Kedua, hukum publik ialah hukum yang mengatur

hubungan antara negara dengan organ negara atau hubungan negara dengan perseorangan yang menyangkut kepentingan umum. Misalnya, masalah perampokan, pencurian, pembunuhan, penganiayaan, dantindakan kriminal lainnya.

 

Peraturan-peraturan hukum, baik yang bersifat publik menyangkut

kepentingan umum maupun yang bersifat privat menyangkut kepentingan

pribadi, harus dilaksanakan dan ditegakkan dalam kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila segala tindakan

pemerintah atau aparatur berwajib menjalankan tugas sesuai dengan

hukum atau dilandasi oleh hukum yang berlaku, maka negara tersebut

disebut negara hukum. Jadi, negara hukum adalah negara yang setiap

kegiatan penyelenggaraan pemerintahannya didasarkan atas hukum yang

berlaku di negara tersebut.

 

Hukum bertujuan untuk mengatur kehidupan dan ketertiban masyarakat.

Untuk mewujudkan masyarakat yang tertib, maka hukum harus

dilaksanakan atau ditegakkan secara konsekuen. Apa yang tertera dalam

peraturan hukum seyogianya dapat terwujud dalam pelaksanaannya di

masyarakat. Dalam hal ini, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan

untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat

sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-haknya.

 

            Gustav Radbruch, seorang ahli filsafat Jerman (dalam Sudikno

Mertokusumo, 1986:130), menyatakan bahwa untuk menegakkan hukum

ada tiga unsur yang selalu harus diperhatikan yaitu: (1) Gerechtigheit, atau

unsur keadilan; (2) Zeckmaessigkeit, atau unsur kemanfaatan; dan (3)

Sicherheit, atau unsur kepastian

1.     Keadilan

2.     Kemanfaatan

3.     Kepastian Hukum

 

 

D.    Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Penegakan Hukum yang Berkeadilan Indonesia

Berikut sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan

sehari-hari seperti yang pernah kita lihat pada subbab di atas sebagai

berikut.

 Masih banyak perilaku warga negara khususnya oknum aparatur negara

yang belum baik dan terpuji, terbukti masih ada praktik KKN, praktik

suap, perilaku premanisme, dan perlaku lain yang tidak terpuji.

 Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial yang bermuatan SARA,

tawuran, pelanggaran HAM, dan sikap etnosentris.

 Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum

diselesaikan dan ditangani secara tuntas.

 

 

 

Para aparatur penegak hukum dapat memproses siapa pun yang

melakukan perbuatan melawan hukum melalui proses pengadilan serta

memberi putusan (vonis). Dengan kata lain, hukum acara berfungsi untuk

memproses dan menyelesaikan masalah yang memenuhi norma-norma

larangan hukum material melalui suatu proses pengadilan dengan

berpedoman pada peraturan hukum acara. Oleh karena itu, dapat

disimpulkan bahwa hukum acara berfungsi sebagai sarana untuk

menegakkan hukum material. Hukum acara hanya digunakan dalam

keadaan tertentu yaitu dalam hal hukum material atau kewenangan yang

oleh hukum material diberikan kepada yang berhak dan perlu

dipertahankan.

           

Agar masyarakat patuh dan menghormati hukum, maka aparat hukum

harus menegakkan hukum dengan jujur tanpa pilih kasih dan demi Keadilan

Berdasarkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu, aparat penegak

hukum hendaknya memberikan penyuluhan-penyuluhan hukum secara

intensif dan persuasif sehingga kesadaran hukum dan kepatuhan

masyarakat terhadap hukum semakin meningkat.

 

Dalam upaya mewujudkan sistem hukum nasional yang bersumber pada

Pancasila dan UUD NRI 1945, bukan hanya diperlukan pembaharuan materi

hukum, tetapi yang lebih penting adalah pembinaan aparatur hukumnya

sebagai pelaksana dan penegak hukum. Di negara Indonesia, pemerintah

bukan hanya harus tunduk dan menjalankan hukum, tetapi juga harus aktif

memberikan penyuluhan hukum kepada segenap masyarakat, agar

masyarakat semakin sadar hukum. Dengan cara demikian, akan terbentuk

perilaku warga negara yang menjunjung tinggi hukum serta taat pada

hukum. Berikut Lembaga-lembaga negara:

 

1.     Lembaga Penegak hukum

a.      Kepolisian

b.     Kejaksaan

c.      Kehakiman

2.     Lembaga Peradilan

a.      Peradilan Agama

b.     Peradilan Militer

c.      Peradilan Tata Usaha Negara

d.     Peradilan Hukum

1.     Pengadilan Negeri

2.     Pengadilan  Tinggi

3.     Pengadilan  Tingkat kasasi

4.     Penasehat hukum

 

 

 

 

Banyaknya kasus perilaku warga negara sebagai subyek hukum baik yang

bersifat perorangan maupun kelompok masyarakat yang belum baik dan

terpuji atau melakukan pelanggaran hukum menunjukkan bahwa hukum

masih perlu ditegakkan. Persoalannya, penegakan hukum di Indonesia

dipandang masih lemah. Dalam beberapa kasus, masyarakat dihadapkan

pada ketidakpastian hukum. Rasa keadilan masyarakat pun belum sesuai

dengan harapan. Sebagian masyarakat bahkan merasakan bahwa aparat

penegak hukum sering memberlakukan hukum bagaikan pisau yang tajam

ke bawah tetapi tumpul ke atas. Apabila hal ini terjadi secara terus menerus

bahkan telah menjadi suatu yang dibenarkan atau kebiasaan maka tidak

menutup kemungkinan akan terjadi revolusi hukum. Oleh karena itu,

tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah menghadapi

persoalan penegakan hukum di tengah maraknya pelanggaran hukum di

segala strata kehidupan masyarakat.

 

 

Apabila Anda telah menggali dan mengkaji sejumlah informasi pada subbab

di atas, khususnya tentang lembaga negara yang terkait dengan kekuasaan

kehakiman dan badan-badan serta aparatur penegak hukum, maka

sebenarnya Negara kita telah memiliki perangkat penegakan hukum yang

memadai. Persoalannya, apakah lembaga-lembaga negara dan badanbadan

penegakan hukum tersebut telah berjalan dan berfungsi sesuai

dengan tugasnya? Benarkah aparatur penegak hukum telah bertugas

dengan baik? Perlu diingat bahwa aparatur penegak hukum bukan warga

negara biasa, ia harus menjadi contoh teladan bagi warga negara lain yang

statusnya bukan aparatur penegak hukum.

 

Di era globalisasi yang penuh dengan iklim materialisme, banyak tantangan

yang dihadapi oleh aparat penegak hukum. Mereka harus memiliki sikap

baja, akhlak mulia, dan karakter yang kuat dalam menjalankan tugas.

Dalam hal ini, aparatur penegak hukum harus kuat dan siap menghadapi

berbagai cobaan, ujian, godaan yang dapat berakibat jatuhnya wibawa

sebagai penegak hukum. Penegak hukum harus tahan terhadap upaya

oknum masyarakat atau pejabat lain yang akan mencoba menyuap.

 

Selain itu, Pemerintah perlu melakukan upaya preventif dalam mendidik

warga negara termasuk melakukan pembinaan kepada semua aparatur

negara secara terus menerus. Apabila hal ini telah dilakukan, maka ketika

ada warga negara yang mencoba melakukan pelanggaran hukum pihak

aparatur penegak hukum harus bekerja secara profesional dan

berkomitmen menegakkan hukum.

 

 

E.    Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Penegakan Hukum yang Berkeadilan Indonesia

 

Penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan peraturan hukum demi

terciptanya ketertiban dan keadilan masyarakat. Apa yang tertera dalam

peraturan hukum (pasal-pasal hukum material) seyogianya dapat terwujud

dalam proses pelaksanaan/penegakan hukum di masyarakat. Dengan kata

lain, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat

merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.

            Ketiadaan penegakan hukum, terlebih tidak

adanya aturan hukum akan mengakibatkan kehidupan masyarakat “kacau”

(chaos). Negara-Bangsa Indonesia sebagai negara modern dan menganut

sistem demokrasi konstitusional, telah memiliki sejumlah peraturan

perundangan, lembaga-lembaga hukum, badan-badan lainnya, dan

aparatur penegak hukum. Namun, demi kepastian hukum untuk memenuhi

rasa keadilan masyarakat, upaya penegakan hukum harus selalu dilakukan

secara terus menerus.

 

F.     Rangkuman Penegakan Hukum yang Berkeadilan

1. Negara merupakan organisasi kelompok masyarakat tertinggi karena

mempunyai wewenang untuk mengatur dan mengendalikan

masyarakat bahkan memaksa secara sah untuk kepentingan umum

yang lebih tinggi demi tegaknya hukum. Negara pun dipandang sebagai

subyek hukum yang mempunyai kedaulatan (sovereignity) yang tidak

dapat dilampaui oleh negara mana pun.

2. Ada empat fungsi negara yang dianut oleh negara-negara di dunia

ialah: melaksanakan penertiban dan keamanan; mengusahakan

kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya; pertahanan; dan

menegakkan keadilan.

3. Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat

secara adil, maka para aparatur hukum harus menegakkan hukum

dengan sebaik-baiknya. Penegakan hukum bertujuan untuk

meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat

sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hakhaknya

terlindungi. Dalam menegakkan hukum terdapat tiga unsur

yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan,

dan keadilan.

4. Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan

Pancasila dan UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup

sektor materi hukum, sektor sarana dan prasarana hukum, serta sektor

aparatur penegak hukum. Aparatur hukum yang mempunyai tugas

untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga

kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama Lembaga

kepolisian adalah sebagai lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan

berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta lembaga kehakiman

sebagai lembaga pengadilan/pemutus perkara.

5. Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang No. 14 tahun 1970 yang telah

diperbaharui menjadi UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman menyatakan bahwa “Kekuasaan kehakiman merupakan

kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

menegakkan hukum dan keadilan”. Kekuasaan kehakiman

dilaksanakan oleh badan pengadilan dalam empat lingkungan yaitu: 1)

Peradilan Umum, 2) peradilan Agama, 3) peradilan Militer; dan 4)

peradilan Tata Usaha Negara.

6. Peradilan umum merupakan peradilan bagi rakyat pada umumnya;

sedangkan peradilan militer, peradilan Agama, dan peradilan Tata

Usaha Negara merupakan peradilan khusus karena mengadili perkaraperkara

tertentu dan mengadili golongan rakyat tertentu. Keempat

lingkungan peradilan tersebut masing-masing mempunyai lingkungan

wewenang mengadili perkara tertentu serta meliputi badan peradilan

secara bertingkat, yaitu pengadilan tingkat pertama, tingkat banding,

dan tingkat kasasi.

7. Penegakan hukum di Indonesia masih menghadapi masalah dan

tantangan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat. Penegakan

hukum sangat penting diupayakan secara terus menerus untuk

meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat

208

sehingga masyarakat merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak

dan kewajibannya.

 

 

 

Referensi:

9-PendidikanKewarganegaraan.pdf

Kemendikbud LMSSP

 

 

Komentar