Langsung ke konten utama

Jurnal Sosiologi III

 Class Journalling 3 | Sociology: Feminisme Liberal


Apa yang terlintas di benakmu jika mendengar kata Feminisme? Sekolompok organisasi yang beranggotakan wanita yang suka berprotes akan hak-hak mereka yang tidak adil? Aktivis yang membenci pria? Atau para revosuioner yang sudah lama memperjuangkan serta mempertahankan hak-hak yang seharusnya milik wanita. Sayangnya itu hanya sebutan dari orang-orang yang awam akan feminisme

Pada hakikatnya, feminis liberal ini berkonsep pada pemikiran yang menekankan bahwa pria dan wanita diciptakan sama, hak antara pria dan wanita sama dengan kesempatan yang sama. Mereka menganggap bahwa manusia tentu berbeda karena mempunyai rasionalitas dan gerakan ini menuntut hak kebebasan secara penuh dan individual.


Pandangan ini menuntut perempuan untuk bisa mempersiapkan diri dalam "persaingan bebas" dan punya kedudukan setara dengan lelaki. Dalam hal poitik, wanita hanya dipandang sebagai warga negara dan bukan bagian dari kelompok kepentingan yang memiliki kendali atas pembuatan kebijakan negara. Namun hal itu sudah berubah serta dalam segi pendidikan dan pendapatan atas tuntutan hak yang terjadi secara terus menerus. Yang masih dalam pembicaraan hangat adalah peran wanita dalam pernikahan yang melepaskan individualitas karena akan bergantung dan patuh pada kehendak suami. Walaupun ini sudah aturan yang tertera dalam agama, banyak kaum feminis yang masih menuntut hak untuk tidak bergantung pada pria dan berkarier bebas.



Akar teori ini bertumpu pada kebebasan dan kesetaraan rasionalitas. Wanita memiliki kemampuan berasionalisasi yang sama dengan pria. Masalahnya ada pada kebijakan negara yang bias gender sehingga perempuan menjadi kaum yang "tertindas"

Maka pada abad ke-18 terjadi banyak tuntutan agar perempuan menempuh pendidikan yang sama. Pada abad ke-19 banyak upaya memperjuangkan hak sipil dan ekonomi bagi perempuan. Pada abad ke-20 organisasi-organisasi perempuan banyak dibentuk untuk menentang diskriminasi seksual di bidang politik, sosial dan ekonomi. Dalam konteks Indonesia, reformasi hukum yang berspektif pada keadilan melalui desakan 30% kuota bagi perempuan dala parlemen merupakan kontribusi dari pengalaman feminis liberal.

Sekarang perhimpunan perempuan sudah tidak sebrutal dahulu. Akibat dari tuntutan atas wanita yang berhasil, kita sebagai perempuan sudah tidak perlu takut tertindas lagi. Kekuatan individu bukan terletak pada gendernya namun pada hatinya. Asik.

Sekian untuk sekarang! 

Komentar